SYALOM SAHABAT
TUHAN YESUS dan Bunda Maria…
Dalam gereja Katolik, setiap orang yang akan menjadi anggota gereja harus menerima pembaptisan. Pembaptisan adalah sakramen pertama yang akan diterima oleh setiap anggota Gereja dan merupakan pintu masuk bagi sakramen lainnya dalam iman Katolik.
Dengan dibaptis, kita terlahir kembali menjadi manusia baru. Terbebas dari dosa asal, menjadi anak Allah yang serupa dengan Kristus. Ketika menerima Sakramen Pembaptisan ini, setiap anggota Gereja Katolik memiliki nama baptis yang akan disandang sebagai identitasnya seumur hidup.
Dengan nama ini, orang tua beserta seluruh anggota gereja berharap mereka menyandang karakter keutamaan, kesucian dan keteladanan para orang Kudus terdahulu, terutama yang namanya dipakai dalam pembaptisan, agar menjadi pribadi yang pantas di hadapan Allah.
Adakah di antara
sahabat yang memiliki nama baptis dari Santo Yohanes Don Bosco? Nah, untuk diketahui,
Don adalah Romo dalam bahasa Italia, sehingga seharusnya Santo yang istimewah
ini dikenal dengan nama Santo Yohanes Bosco.
Santo
Yohanes Bosco
Masa Kecil
Santo Yohannes Bosco, nama kecilnya adalah; Giovanni Melchiorre Bosco, adalah seorang kudus yang mendirikan
Kongregasi istimewa untuk melayani kaum muda yang bernama Serikat Salesian.
Nama Salesian diambil dari nama Santo Fransiskus de Sales, yang menjadi
teladan mereka akan kebaikan hati dan kelemah-lembutannya. Kongregasi ini
tersebar diseluruh dunia dan mengelola berbagai lembaga pendidikan.

Yohanes Bosco
merupakan satu-satunya Orang Kudus, dimana pengikutnya, hampir 20 orang pengikut dari kalangan orang muda, diakui oleh gereja dan sedang menjalani proses untuk menjadi orang kudus.
Beberapa dari mereka, malah sudah
mendapatkan gelar Kudusnya. Dikemudian hari
gereja mengangkat Santo Yohanes Bosco sebagai
Pelindung Kaum Muda. Salah seorang pengikut Santo Bosco yang cukup terkenal adalah Santo Dominic Savio yang
merupakan Orang Kudus yang paling muda usianya.
Dominic Savio wafat ketika
berusia 14 tahun dan merupakan salah seorang murid yang mendapat pengajaran
langsung dari Yohanes Bosco.
Santo Yohanes Bosco
lahir pada tanggal 16 Agustus 1815, di Becchi, sebuah dusun kecil di
Castelnuovo d'Asti. Dusun itu sekarang bernama Castelnuovo Don Bosco, Italia.
Ayahnya,
Francesco, adalah seorang petani miskin. Francesco mempunyai tiga orang putera: yakni Antonio, dari isteri pertamanya yang telah meninggal dunia, serta Yusuf dan Yohanes.
Setelah Francesco
meninggal dunia, Margarita bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. Kemiskinan, tidak menghalangi Margarita untuk senantiasa menceritakan kepada anak-anaknya
segala kebaikan Tuhan.
Diajarkannya kepada Yohanes kecil bagaimana mengolah
tanah dan bagaimana menemukan Tuhan yang ada di surga yang indah, melalui panen
yang berlimpah dan melalui hujan yang menyirami tumbuh-tumbuhan.
Bagi Yohanes,
berdoa berarti berbicara kepada Tuhan, dengan kaki berlutut di atas lantai dapur.
Berdoa juga berarti berpikir tentang Tuhan, ketika ia sedang duduk di atas rerumputan, sambil menatap ke arah surga.
Dari
ibunya, Yohanes belajar melihat Tuhan dalam wajah sesama, yaitu mereka yang
miskin, yang sengsara, yang datang mengetuk pintu rumah keluarganya sepanjang musim dingin, dan mereka yang diberikan
tumpangan, sup hangat serta berbagi makanan dari
kemiskinan mereka.
Penglihatan
Pada usia
sembilan tahun untuk pertama kalinya Yohanes mendapat mimpi yang sangat menakjubkan, mimpi itu menggambarkan keseluruhan hidupnya kelak. Dalam mimpinya
Yohanes sedang berada di lapangan yang luas.
Ia melihat banyak sekali anak-anak di
sana. Tampaklah “Seorang yang Agung”, berpakaian jubah putih dan wajah-Nya bersinar. Ia memanggil Yohanes dengan
namanya, memintanya agar tenang serta menasehatinya:
“Bukan
dengan kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan serta belas kasih, kamu akan
menjadikan mereka semua teman-temanmu. Beritahukanlah kepada mereka keburukan
dosa dan ganjaran kebajikan.”
“Tidak
tahukah Engkau,” bisik Yohanes kecil, “bahwa hal itu tidak mungkin?”
“Apa yang tampaknya tidak mungkin bagimu, kamu akan menjadikannya mungkin jika
saja kamu melakukannya dengan ketulusan hati dan pengetahuan.”
“Di mana dan bagaimana aku memperoleh pengetahuan?”, tanya Yohanes
“Aku
akan memberimu seorang Bunda, dengan bimbingan darinya saja seseorang akan
menjadi bijaksana, tanpa bimbingannya semua pengetahuan tidak ada gunanya.”
“Tetapi
siapakah Engkau yang berbicara seperti itu?” Yohanes bertanya lagi.
“Aku
adalah Putera dari Surga. Ibumu telah mengajarkan kepadamu untuk menghormati-Ku
tiga kali sehari.”
“Ibuku
melarangku untuk berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenal. Katakanlah
siapa nama-Mu.”
“Tanyakan
nama-Ku kepada ibu-Ku.”
Kemudian, tampaklah seorang wanita yang amat anggun. Ia mengenakan gaun panjang
yang berkilau-kilauan, seolah-olah jubahnya itu terbuat dari bintang-bintang
yang paling cemerlang. Wanita itu memberi isyarat kepada Yohanes untuk datang
mendekat kepadanya.
Dengan lembut diraihnya tangan Yohanes, katanya, "Lihatlah." Gerombolan
anak-anak lenyap. Yang tampak oleh Yohanes sekarang ialah sekawanan binatang
buas: kambing liar, harimau, serigala, beruang.
“Inilah tempat di mana kamu harus
bekerja. Jadikan dirimu rendah hati, kuat dan penuh semangat. Apa yang kamu
lihat terjadi pada binatang-binatang buas ini, kamu harus melakukannya kepada
anak-anakku.”
“Inilah tempat di mana kamu harus
bekerja. Jadikan dirimu rendah hati, kuat dan penuh semangat. Apa yang kamu
lihat terjadi pada binatang-binatang buas ini, kamu harus melakukannya kepada
anak-anakku.”
Yohanes melihat
bahwa binatang-binatang buas itu kini telah berubah menjadi sekumpulan besar
anak domba yang jinak, berkerumun dan berdesak-desakan di sekitar Kedua Tamu
Agungnya.
Melihat itu Yohanes menangis dan minta penjelasan dari Si Wanita
karena ia sama sekali tidak mengerti apa arti semua itu. Wanita itu membelainya
dan berkata:
“Kamu
akan mengerti semuanya jika waktunya telah tiba.”
Yohanes terbangun dan ia tidak dapat tidur kembali. Tahun-tahun
mendatang dalam hidupnya telah dinyatakan dalam mimpi itu. Mama Margarita dan
Yohanes percaya bahwa mimpi itu adalah gambaran jalan hidup Yohanes kelak.
Menjadi Pemain Sirkus
Sejak itu
Yohanes senantiasa berusaha berbuat baik kepada teman-temannya. Yohanes dengan
penuh semangat menyaksikan pertunjukkan atraksi sirkus dalam pesta lokal.
Ia
memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan mempelajari semua atraksi yang
ditampilkan.
Kemudian ia mulai
meniru atraksi-atraksi yang ditampilkan. Ia terus berlatih hingga pada suatu
hari Minggu sore, ia mempertunjukkan kebolehannya di hadapan anak-anak
tetangga. Ia memperagakan keseimbangan tubuh dengan wajan dan panci di ujung
hidungnya.
Kemudian ia melompat ke atas tali yang direntangkan di antara dua
pohon dan berjalan di atasnya diiringi tepuk tangan penonton. Sebelum
pertunjukan yang hebat itu diakhiri, Yohanes mengulang khotbah yang ia dengar
dalam Misa pagi kepada teman-temannya itu, dan mengajak mereka semua berdoa.
Kabar mengenai
pertunjukan yang diselenggarakan Yohanes tersiar hingga ke desa-desa tetangga.
Karena pada masa itu, jarang sekali ada pertunjukan yang demikian, segera saja
anak-anak yang bermil-mil jauhnya pun datang untuk menyaksikan pertunjukan Yohanes.
Jumlahnya hingga seratus anak lebih. Setiap kali sebelum memulai pertunjukkan, Yohanes akan mengajak semua anak-anak yang datang, untuk bersama-sama berdoa Rosario dan membaca Kitab Suci.
Permainan dan Sabda Tuhan mulai mengubah perilaku teman-temannya. Yohanes kecil
mulai menyadari bahwa agar dapat berbuat baik untuk sedemikian banyak anak, ia
perlu belajar dan menjadi seorang imam.
Imam Castelnuovo melihat perkembangan
iman Yohanes yang luar biasa, hingga ia mengijinkan Yohanes menrima komuni dua
tahun lebih awal dari usia yang ditentukan Gereja.
Suatu ketika, seorang misionaris,
Don Calosso atau Romo Calosso, datang ke desa
Buttigliera untuk memberikan pelajaran agama. Yohanes memutuskan untuk
mengikuti semua pelajaran agama yang diberikan olehnya, baik pagi maupun sore. Sekalipun itu berarti ia harus berjalan kaki sejauh 16
kilometer jauhnya.
Yohanes Meninggalkan Rumah
Antonio, kakak tiri Yohanes, menentang keras keinginan Yohanes untuk
belajar. Menurutnya Yohanes harus bekerja. Oleh
karena itu diambil keputusan: pagi hari Yohanes belajar di pastoran dengan Don
Calosso, sesudahnya ia harus bekerja di sawah.
Yohanes belajar dengan tekun. Ia
membawa bukunya ke sawah dan belajar hingga larut malam. Antonio yang tidak suka hal itu membuang semua buku-buku Yohanes dan
mencambuki adiknya itu dengan ikat pinggang.
Demi
keselamatan Yohanes, Mama Margarrita membuat suatu keputusan yang amat
menyedihkan hatinya sendiri, ia menyuruh Yohanes
pergi.
Di pagi yang
dingin bulan Februari 1827, di usia 12 tahun, Yohanes
pergi meninggalkan rumah dan berkelana untuk mencari pekerjaan. Sungguh sulit
mencari pekerjaan di musim dingin, hanya pada musim panas saja pertanian
membutuhkan banyak tenaga kerja.
Setiap kali Yohanes selalu di tolak. Hingga
tibalah ia di rumah Tn. Luigi Moglia, seorang petani kaya, dekat Moncucco.
Tergerak hatinya oleh
belas kasihan, Tuan Luigi menerima Yohanes bekerja
sebagai penggembala sapi. Yohanes amat gembira dan bekerja sebaik yang ia
mampu. Ia menggembalakan sapi-sapinya di padang rumput, memerah susu, menumpuk
jerami di palungan, dan membajak sawah.
“Mataku terbuka lebar-lebar jika aku
sedang bekerja, dan aku tidak berhenti sampai tiba saatnya untuk tidur,”
kenang Yohanes.
Tanpa ibu dan
saudara, tanpa teman di sampingnya, Yohanes memusatkan diri sepenuhnya hanya
kepada Tuhan Allah yang amat dikasihinya. Setiap
hari Minggu Yohanes pergi ke gereja untuk mengikuti Misa.
Dengan ijin dari Don
Cottino, imam paroki setempat, Yohanes mengumpulkan anak-anak untuk bermain dan
berdoa seperti yang dulu ia lakukan di desanya.
Tiga tahun
kemudian Yohanes pulang kembali ke rumah dan melanjutkan sekolahnya. Guna
membiayai pendidikannya, selain menerima sumbangan dari orang-orang yang
bersimpati padanya, Yohanes Bosco juga bekerja.
Segala macam pekerjaan
dilakukan Yohanes. Mulai dari menjahit, menjadi tukang roti, menjadi tukang sepatu, tukang kayu, dan segala
macam pekerjaan lainnya yang mampu ia lakukan akan dikerjakannya.
Menjadi Anak Seminari
Sebagai pelajar, Yohanes seorang remaja yang pandai dan cerdas. Ia adalah murid
terbaik di antara semua murid sekolahnya. Ia mengumpulkan teman-temannya dan membentuk
suatu kelompok religius yang diberinya nama Kelompok Sukacita.
Yohanes menjadi
penggerak utama bagi teman-temannya. Kepribadiannya terbuka, dinamis, vitalitas
hidupnya tinggi, kadang ia kurang sabar dan terbawa emosi, namun ia masih bisa mengatasi itu.
Di sekolah ini, Yohanes memiliki seorang sahabat karib bernama Luigi
Comollo. Dia adalah seorang anak yang tenang dan pendiam. Sikap
Luigi yang amat tenang dan lembut itu membuat Yohanes sangat terkesan.
Yohanes dan Luigi
ibarat api dan air, seperti singa dan anak domba. Yohanes mengagumi Luigi dan
darinya ia belajar untuk menguasai diri dan meredam kemarahannya.
Setalah tamat sekolahnya, pada usia dua puluh tahun, Yohanes Bosco mengambil
keputusan yang amat penting dalam hidupnya. Ia memutuskan untuk masuk Seminari Chieri. Mama
Margarita menegaskan kepadanya untuk selalu setia kepada panggilannya.
Jika ia masih ragu-ragu dengan pilihannya, lebih baik diurungkannya saja niatnya itu. Daripada kelak menjadi seorang
imam yang lalai dan acuh. Nasehat ibunya itu diingat dan dihormati oleh Yohanes
sepanjang hidupnya.
Ternyata,
Luigi Comollo menyusulnya beberapa bulan kemudian ke seminari. Kepada Luigi, Yohanes selalu menceritakan semua cita-cita dan rencana masa depannya. Luigi sendiri tidak menyusun
banyak rencana seperti Yohanes, ia merasa bahwa hidupnya akan segera berakhir.
Tapi Luigi tidak pernah mengatakan itu kepada sahabatnya. Namun mereka berdua berjanji, bahwa siapa pun kelak, yang terlebih dahulu meninggal dunia akan memohon kepada
Tuhan untuk memberi ijin memberitahukan kepada sahabatnya yang masih di dunia, bahwa ia telah masuk dalam kebahagiaan abadi.
Ditinggalkan Sahabatnya
Tahun
berikutnya, pada tanggal 2 April 1839, hari Kamis sesudah Paskah, Luigi
meninggal dunia karena demam. Yohanes amat berduka, ia merasa bagian dari dirinya
yang sangat berharga telah pergi. Malam sesudah pemakaman, dua puluh orang yang tidur
dalam satu kamar asrama dengan Yohanes terbangun karena suara yang aneh.
Suara itu seperti sebuah kereta kuda, sedang melaju di lorong asrama. Kereta itu menerjang dan menghantam, bagaikan gemuruh, dan menyebabkan
lantai dan langit-langit asrama berguncang.
Pintu kamar terbuka lebar dan
masuklah ke dalam ruangan mereka suatu sinar yang sangt terang. Dalam keheningan, banyak dari mereka bersaksi mendengar suatu suara lembut, suara itu menyanyi dengan gembira. Tetapi hanya seorang saja yang mendengar
perkataan ini: “Bosco, aku
selamat.”
Sinar menghilang
dan pergi dengan cara yang sama seperti datangnya. Kemudian segala sesuatunya
berakhir. Yohanes dipenuhi dengan sukacita dan syukur.
Pada tanggal 5
Juni 1841, Uskup kota Turin mentahbiskan Yohanes Bosco menjadi seorang imam di usia 26 tahun. Yohanes dan Mama
Margarita sangat bahagia.
Memulai Misinya
Setelah
ditahbiskan, Don Bosco (Romo Bosco) bertugas
di kota Turin di bawah bimbingan seorang imam yang saleh, Don Cafasso (kelak
dikenal dengan nama Santo Yoseph
Cafasso). Keadaan anak-anak jalanan segera menyentuh hatinya. Don
Bosco menelusuri kota Turin dan menjadi sadar akan kondisi moral kaum muda. Ia
sangat terpukul.
Daerah pinggiran kota adalah daerah yang penuh dengan
kekacauan, suatu tempat yang kumuh dan hancur akibat revolusi industri. Karena
tidak memiliki pekerjaan dan merasa gelisah para remaja itu menjadi liar.
Mereka menimbulkan kerusuhan di jalan-jalan.
Don Bosco
melihat mereka bertaruh di pojok-pojok jalan, wajah mereka keras dan kaku,
seolah-olah hendak mencapai segala keinginan mereka dengan jalan apa saja.
Dekat dengan pasar kota, di daerah sekitar Porta Palazzo, berkerumun
para pedagang, penyemir sepatu, pengurus kandang, pesuruh,
meraka semua anak muda dari kaum miskin papa
yang dengan susah payah mencari penghidupannya.
Tetapi, hal yang
paling menyentuh hati Don Bosco adalah ketika ia mengunjungi penjara. Ia
menulis demikian:
"Melihat begitu banyak anak, dari usia 12
hingga 18 tahun, semuanya dalam keadaan sehat, kuat, cerdas, digigiti serangga,
kekurangan makan baik makanan rohani maupun jasmani, sungguh sesuatu yang amat
mengerikan bagi saya. Saya harus, dengan segala prasarana yang ada,
mencegah kehidupan para anak dan remaja itu berakhir di sini".
Don Bosco
mendapatkan anaknya yang pertama pada Hari Raya Santa Perawan Maria yang
Dikandung Tanpa Noda. Ia sedang mengenakan jubahnya untuk
mempersembahkan Misa di Gereja Convitto, ketika seorang remaja jalanan berusia
enam belas tahun melongok ke ruang sakristi.
Dengan marah Koster mendorong anak itu ke luar karena mengira ia akan mencuri. Ia memukul
kepalanya dengan sapu dan membanting pintu sakristi. Melihat itu Don Bosco marah dan mengatakan:
“Aku
melarangmu untuk memperlakukan teman-temanku seperti itu”
Anak itu
bernama Bartolomeo Garelli. Hari
Minggu berikutnya, Bartolomeo Garelli membawa enam anak lain bersamanya. Mereka
semua acak-acakan, kotor dan dekil serta liar, tetapi mereka bersedia belajar
agama. Tiga bulan kemudian jumlah anak-anak itu bertambah dan akhirnya
jumlahnya mencapai seratus anak.
Mereka adalah kuli jalanan, pemecah batu,
tukang batu, tukang plester yang datang dari daerah-daerah yang jauh. Dari
sanalah terbentuk komunitas kaum muda yang oleh Don Bosco disebut Oratorio.
Mereka semua
bertemu pada hari Minggu. Mereka ikut ambil bagian dalam perayaan Misa, belajar
agama dan bermain bersama. Kegiatan kelompok Oratorio tidak dibatasi pada hari
Minggu saja.
Bagi Don Bosco, Oratorio adalah hidupnya. Ia mencarikan pekerjaan
bagi anak-anak yang belum memperoleh pekerjaan dan ia mengajar anak-anak itu
setelah mereka selesai bekerja. Jumlah mereka bertambah dan bertambah terus
hingga mencapai empat ratus orang.
Setiap malam Don
Bosco menghendaki agar anak-anak itu mendaraskan tiga kali Salam Maria, mohon
agar Bunda Maria membantu mereka untuk menjauhkan diri dari dosa. Ia juga
mendorong mereka untuk menerima Sakramen Rekonsiliasi dan Komuni Kudus sesering
mungkin dan dengan penuh cinta.
Mengatasi berbagai Rintangan dengan Kuasa Allah
Tuhan memberkati
semua usaha Don Bosco dan memberikan karunia mukjizat kepadanya. Segala karunia
mukjizat itu memperkuat bakat-bakat alaminya guna mendukung serta membimbing anak-anaknya.
Hanya dengan campur tangan Allah saja, segala
karunia dan bakat-bakatnya itu dapat bekerja sebaik-baiknya untuk mendatangkan
kemuliaan bagi Tuhan.
Berbagai macam
halangan dan rintangan menghadang Don Bosco. Ia membutuhkan dana dan
tempat yang cukup luas bagi keempat ratus anak itu. Sampai saat
itu kemana pun mereka pergi, mereka selalu diusir.
Empat ratus anak berandal
berkeliaran, bernyanyi, bermain bola sambil berteriak-teriak sungguh merupakan
gangguan bagi penduduk sekitarnya.
Imam-imam yang
lain pun menganggap Don Bosco sudah menyimpang dari misinya. Dengan empat ratus
anak kasar dan liar yang selalu mengikutinya, ia dianggap sudah tidak waras
lagi. Oleh karena itu, dua orang imam mencoba membawanya ke rumah sakit jiwa.
Mereka datang dengan kereta kuda dan berusaha menjebak Don Bosco untuk ikut
bersama mereka. Dengan halus Don Bosco mempersilakan mereka masuk terlebih
dahulu. Ketika kedua imam itu telah berada di dalam kereta kuda, Don Bosco
segera membanting pintu dan berteriak kepada pak kusir:
"Ke rumah
sakit jiwa, cepat! Mereka ditunggu!”
Pak kusir melarikan keretanya sekencang-kencangnya. Kedua imam itu demikian
marahnya, hingga ketika tiba di rumah sakit jiwa, para petugas mengira bahwa
mereka benar-benar orang gila.
Halangan dan rintangan datang bertubi-tubi, tetapi Don Bosco memperoleh
dorongan serta semangat melalui mimpi-mimpinya. Ia harus terus maju, berpegang teguh pada
Tuhan dan misinya, maka ia akan tiba di tempat yang telah disediakan untuknya.
Yohanes kemudian diberkati Tuhan, ia menyewa
Graha Pinardi di Voldocco, sebuah rumah yang tidak terpakai yang terletak di
daerah terpencil. Pada pintunya, Don Bosco menulis sebuah pesan kebanggaan, yang dalam
salah satu mimpinya dilihatnya Bunda Maria menaruh jarinya di atas tulisan itu.
Tulisan itulah yang menjadi tulisan bersejarah di institusinya kelak. Tulisan itu berbunyi: Haec est Domus Mea; Inde Gloria Mea. Artinya: Inilah Rumah-Ku:
darinyalah Kemuliaan-Ku akan terpancar.
Pada
Pesta Paskah 12 April 1846, Kelompok Oratorio memiliki gereja mereka sendiri. Pada tanggal 3 November di tahun itu, Don
Bosco memutuskan untuk tinggal di Valdocco. Ia meminta Mama Margarita yang
telah berusia 59 tahun, untuk menjadi pengurus rumah
tangga dan ibu bagi anak-anak asuhnya.
Mama Margarita dengan sukacita melakukannya. Ia menjual semua barang berharganya, agar dapat membayar sewa rumah, biaya
keperluan rumah tangga dan menyediakan makanan bagi anak-anak yang datang
kepadanya.
Terkadang, Don Bosco
juga ditipu oleh anak-anak berandal yang ditolongnya. Mereka datang ke tempat itu, kemudian membawa pergi
seprei dan selimut yang ada di rumah setelah diberi makan dan tempat menginap. Namun
Tuhan tetap memberkati semua karya dan usaha Don Bosco dan mama
Margharita.
Pada tahun 1851, sebuah kapel St.Fransiskus de
Sales didirikan dekat dengan Graha Pinardi, kapel itu kemudian hari Don Bosco. Bangunan-bangunan itulah yang menjadi awal
berdirinya Institut St. Fransiskus de Sales.
Tentang Grigio
Revolusi
Perancis meletus dan pengaruhnya telah menyebar ke Eropa. Tuhan dan gereja
mulai ditentang dan dihujat. Don Bosco
melakukan segala upaya untuk menentang mereka. Khotbah-khotbah dan
tulisan-tulisannya menghambat usaha musuh dan sangat menjengkelkan
mereka.
Mereka melakukan segala cara untuk melenyapkan Don Bosco. Menembakkan peluru melalui jendela kapel, mengirimkan minuman beracun, melemparkan api, dan
berbagai macam usaha dilakukan. Namun Don Bosco selamat.
Pada suatu sore, di musim gugur tahun 1852, Don Bosco sedang dalam perjalanan pulang seorang
diri melewati daerah yang kotor dan menyeramkan. Seekor anjing membuntutinya
dari belakang, anjing itu besar dan mirip serigala.
Anjing itu berjalan
disamping Don Bosco, menemaninya sepanjang perjalanan, sampai ia tiba dengan
selamat di depan pintu rumah. Kemudian anjing
itu berbalik dan pergi.
Kejadian itu terus berulang. Jika Don Bosco pulang larut malam sendirian, ia dengan yakin mengetahui bahwa anjing itu akan datang untuk menemaninya. Don Bosco kemudian menamainya
Grigio, artinya abu-abu.
Pernah suatu ketika, sebuah
tembakan di arahkan kepada Don Bosco dan
Grigio menyelamatkannya. Lalu dua orang berusaha melemparkan sebuah buntalan besar
ke arah kepala Don Bosco, Grigio menyelamatkannya. Bahkan terjadi, dua belas orang datang
untuk menyerang Don Bosco, dan Grigio menyelamatkannya pula.
Kadang-kadang
Grigio datang ke rumah Don Bosco. Ia menolak makanan maupun minuman. Ia bermain dengan anak-anak, mereka sangat menyukainya. Ia seolah
datang untuk memastikan bahwa Don Bosco sudah tiba di rumah.
Pernah sekali waktu ia
datang untuk mencegah Don Bosco pergi. Ia berbaring di ambang pintu dan
menghalangi jalan keluar. Ketika Don Bosco menyuruhnya pergi, ia menggeram
dan tidak segan-segan menggigit, jika Don Bosco bersikeras.
Keesokan harinya, Don Bosco mengetahui, sore itu musuh-musuhnya telah menyiapkan perangkap
untuk membunuhnya. Tapi Grigio menggagalkannya. Ketika keadaan sudah aman, Grigio tidak pernah datang lagi.
Grigio muncul
kembali 10
tahun kemudian, ketika Don Bosco hendak mengunjungi keluarga
Moglia. Dalam kegelapan malam, Don Bosco melihat Seekor
anjing berlari-lari datang ke arahnya, melompat-lompat dan mengibas-ngibaskan
ekornya dengan gembira. Grigio menemani Don Bosco hingga selamat tiba di tempat
pertanian, lalu menghilang.
Pada tahun 1883 - 31 tahun sejak ia hadir pertama kalinya, Grigio muncul
kembali di Bordighera untuk menunjukkan jalan kepada Don Bosco yang sedang
tersesat. Don Bosco yakin bahwa Grigio adalah utusan dari
surga.
Mujizat dan Karya
Don Bosco berdoa menggandakan 15 roti untuk memberi
makan 300 orang anak lebih. Ia memasukkan
tangannya ke dalam keranjang roti dan mulai membagi-bagikan roti kepada tigaratus orang muridnya. Dan masih tersisa lima belas
potong roti dalam keranjang.
Don
Bosco juga menggandakan kenari, Hosti Kudus, dan membangkitkan seorang anak
dari kematian. Sama seperti Yesus, Don Bosco
pun mengatakan, anak itu sedang tidur dan ia membangunkannya.
Anak itu bernama
Charles. Ia mendapat kesempatan mengakukan dosa-dosanya
dan hidup kembali selama dua jam lagi. Ketika Don
Bosco bertanya kepadanya kemanakan akan ia pilih, tetap di dunia atau ke surga.
Anak itu memilih ke surga. Sehingga Don Bosco mengatakan:
“Kalau demikian, sampai jumpa lagi
anakku.”
Don Bosco
menetapkan Kontrak Kerja Magang bagi anak-anaknya
yang bekerja magang di kota. Semuanya ditandatangani oleh ketiga belak pihak, yakni majikan, murid magang dan Don Bosco. Namun pada
kenyataannya
yang terjadi selalu bertentangan
dengan segala usaha dan kontrak-kontrak yang dibuat.
Oleh karena itu, Don Bosco mulai membentuk bengkel-bengkel sendiri di Valdocco. Ia membuat bengkel sepatu,
bengkel jahit, bengkel kayu, bengkel kunci, penjilidan buku dan percetakan.
Don
Bosco menguasai semua bidang itu, ia memberikan pengajaran bagi
anak-anak itu. Dengan demikian mereka menjadi anak-anak pekerja yang siap dan matang untuk memulai pekerjaan mereka di luar.
Di samping itu
Don Bosco juga memberikan pelajaran khusus bagi mereka yang berminat untuk menjadi imam. Melalui mimpinya, Don Bosco mengetahui anak-anak
mana yang akan meninggalkannya dan anak-anak mana yang akan tetap bersamanya.
Ia bahkan bisa mengetahui masa depan mereka.
Pada suatu sore
tanggal 6 Januari 1854 ia mengumpulkan mereka,
melaksanakan Novena menyambut Pesta Santo Pelindung mereka, Fransiskus de Sales. Sejak hari itu, mereka menyebut diri mereka Salesian.
Kehilangan Ibu dan Gangguan
Pada musim
dingin tahun 1856 Mama Margarita meninggal.
Kepergiannya amat menyedihkan hati Don Bosco serta semua anak-anak asuhnya. Mama Margarita dikemudian hari, dimaklumkan oleh Gereja Katolik sebagai Vanerabilis pada tanggal 23 October 2006
oleh Paus Benedictus XVI.
Venerabilis dalam Gereja Katolik, adalah tahapan Kanonisasi untuk diusulkan sebagai Beatifikasi oleh Paus. Mereka disebut juga pelayan Tuhan atau Hamba Allah.
Dalam
kesedihannya Don
Bosco meminta Bunda Maria menjadi pengganti ibunya, menjaga
anak-anaknya.
Ia melihat Bunda Maria mengenakan mahkota
dari bintang-bintang yang cemerlang dan berdiri di atas sebuah gereja yang besar.
Beberapa
tahun kemudian, sebuah gereja besar dibangun untuk
dipersembahkan kepada Bunda Maria. Di atas kubah gereja ditempatkan patung Santa
Perawan Maria Pertolongan Orang Kristen, persis seperti yang dilihatnya dalam
penglihatan itu.
Di usianya yang
keempat puluh tahun, Don Bosco menderita pemekaran pembuluh darah di kakinya.
Tahun 1856 mata kanannya hampir buta. Sakit kepala, demam, rematik, muntah
darah dan berbagai macam penyakit lainnya mulai
dialaminya.
Awal tahun 1862 setan mulai mengganggu waktu tidurnya yang sebenarnya sudah sangat sedikit. Setiap kali Don Bosco tidur, setan membuat keributan. Badai mengamuk, derap prajurit, suara kapak menghantam kayu, semua perabotan menari-nari secara ajaib.
Tempat tidurnya
diguncang dan dibalikkan, kain sepreinya dikoyak, lidah-lidah api
berlompatan dari perapian yang tidak menyala. Setan duduk di atasnya Don Bosco, mencengkeram
pundaknya dan menyeretnya. Setan menggosok sikat es ke wajahnya, menginjak-injaknya dan melepaskan binatang-binatang liar menyerang Don Bosco.
Anak-anak
asuhnya setia menjaga di pintu kamarnya. Tapi hanya sebentar mereka akan panik dan lari ketakutan. Namun mereka
tetap
berdoa dengan sungguh-sunguh memohon pertolongan dari surga
agar gangguan itu segera dihentikan. Dua tahun gangguan para setan itu menyerangnya dan
pada akhirnya musuh-musuhnya itu menyerah.
Mendirikan Konggregasi Puteri-puteri Maria dan Salesian Awam
Pada tahun 1856
seorang imam, Don Pestarino, membentuk sebuah kelompok kecil di bawah perlindungan
Santa Perawan Maria yang Dikandung Tanpa Dosa. Kelompok tersebut beranggotakan
para gadis yang bersedia melayani Tuhan.
Salah seorang dari mereka yang kemudian menjadi Santa Maria Dominica Mazzarello. Kelompok kecil itu sebagian
besar adalah anak yatim piatu. Mereka belajar
menjahit, membaca, menulis dan berdoa. Mereka mencontoh
apa yang dilakukan oleh Don Bosco dan kelompok
Oratorio-nya.
Suatu malam Don Bosco bermimpi, ia
sedang menyusuri jalan kota Turin, tiba-tiba ia dikelilingi oleh banyak
sekali anak perempuan. Tingkah mereka sama liar dan nakanya dengan anak laki-laki yang diasuh Do Bosco.
Mereka meminta, Don
Bosco menerima mereka dalam rumahnya namun ia tidak peduli. Tiba-tiba
Bunda Maria berdiri di hadapannya dan berkata dengan lembut:
“Mereka ini juga anak-anakku. Ambillah.
Aku memberikannya kepadamu.”
Pada tanggal 5 Agustus 1872, Uskup
meresmikan Konggregasi Puteri-Puteri Maria Pertolongan Orang Kristen, Maria Mazzarello ditunjuk sebagai Priorin atau dalam bahasa Latin artinya pemimpin rumah biara. Rumah
biara tersebut dibantun berhadapan dengan Institut Salesian.
Pada tahun 1876
Don Bosco juga membentuk Serikat Salesian Awam yang beranggotakan kaum awam, yang bersedia membantu Salesian dengan mencurahkan segala perhatian, waktu dan
dana mereka. Serikat Salesian dan Serikat Salesian Awam saling berbagi karya,
doa dan berkat.
Mimpi dan Penglihatan
Pada tahun 1861
Don Bosco mendapat mimpi. Ia melihat suatu taman kota dengan sebuah roda
raksasa di tengah-tengah taman. Suatu makhluk misterius, mungkin seorang
malaikat, mulai memutar roda tersebut. Setiap putaran mewakili sepuluh tahun
karya hidupnya. Roda yang berputar itu menimbulkan suara bising.
Namun demikian
pada putaran pertama, hanya Don Bosco saja yang mendengar suaranya. Pada
putaran kedua seluruh kota mendengarnya, pada putaran ketiga seluruh Italia mendengarnya,
pada putaran keempat seluruh Eropa mendengarnya, dan pada putaran kelima
seluruh dunia mendengarnya.
Mimpi tersebut
ditegaskan dengan suatu mimpi lain pada tahun 1872. Ia melihat suatu padang
gurun yang amat luas. Penduduknya berjubah
panjang dan sangat liar. Mereka berkelahi satu sama lain
dan berperang dengan prajurit Eropa. Padang itu segera dipenuhi dengan
mayat-mayat bergelimpangan.
Tiba-tiba ia
melihat datangnya serombongan misionaris dari berbagai macam ordo. Orang-orang
liar itu membunuh mereka. Kemudian datang lagi serombongan misionaris muda yang
dengan sukacita siap sedia menjadi martir. Don Bosco terperanjat karena mereka
adalah Serikat Salesian.
Imam-imam muda itu merentangkan tangannya sambil
tersenyum. Kasih dan sukacita imam-imam Salesian
mempesona orang-orang liar itu. Mereka menjatuhkan senjata mereka dan menyambut
para misionaris.
Pada tahun 1874, atas permintaan Uskup Agung Buenos Aires untuk mewartakan Injil di Tierra del
Fuego. Don Bosco mengirim rombongan misionaris yang
pertama. Rombongan itu terdiri dari empat imam dan enam awam, dipimpin oleh Don
Cagliero.
Don Bosco juga membangun gereja-gereja, St. Yohanes Penginjil di Turin, Basilika Hati Kudus di
Roma juga sekolah-sekolah dan rumah-rumah Salesian.
Dengan bantuan Bunda
Maria, Don Bosco, menyembuhkan dan membantu banyak orang. Namun dengan rendah hati Ia mengatakan bahwa ia sama
sekali tidak punya kuasa untuk melakukan itu semua.
Bapa Suci Pius
IX mendukung karya Don Bosco. Don Bosco membalasnya dengan
rasa hormat dan kesetiaannya.
Ia mengirimkan doa-doa, nasehat-nasehatnya,
bahkan pesan-pesan mistiknya kepada Bapa Suci Pius IX.
Bapa Suci Paus
Pius IX meminta Don Bosco menuliskan semua
mimpi dan penglihatan yang dialaminya dengan
teliti dan seksama. Paus yakin bahwa mimpi-mimpi Don Bosco adalah warisan serta
sumber inspirasi bagi mereka yang terlibat dalam karyanya.
Memenuhi
perintah resmi Bapa Suci, Don Bosco menulis semua mimpi dan penglihatannya
dalam buku "Dreams, Visions and Prophecies of Don Bosco".
Di usia 70
tahun, walaupun satu
matanya sudah buta, dan berjalan
dengan tongkat penyangga Don Bosco tetap pergi
ke berbagai tempat, mengunjungi biara-biara, merayakan misa di gereja-gereja.
Dalam pesan terakhirnya kepada anak-anak yang
berkumpul di sekeliling tempat tidurnya Don Bosco
berkata:
“Kasihilah
satu sama lain seperti saudara. Berbuatlah baik kepada semua orang dan
janganlah berbuat jahat kepada siapa pun. Katakanlah kepada anak-anak bahwa aku
menanti mereka semua di Surga.”
Wafat dan Menjadi Seorang Santo
Pada tanggal 31
Januari 1888, Yohanes Bosco wafat di Turin,
Italia, dalam
usia 72 tahun. Pesta
perayaannya dirayakan setiap tanggal: 31 Januari.
Santo Yohanes Bosco dibeatifikasi pada tanggal 2 Juni 1929 oleh Paus Pius XI dan dikanonisasi pada tanggal 1 April 1934 oleh Paus Pius XI.